Malam itu, atau tepatnya sudah masuk dinihari, seperti biasa, aku bangun ketika alarm di HP jadulku berbunyi. Dan masih seperti biasa juga jadwal bangunku adalah untuk menonton bola. Ceritanya ini adalah tengah pekan, di mana tim jagoan saya tanding dan kebetulan ditayangin live di tivi. Tapi nggak tau kenapa, sampai setengah laga aku ngerasa acaraku nonton bola ketika itu nggak lagi menarik. Oke, saat itu memang tim jagoanku unggul sih . Kulihat jam, ternyata jarumnya sudah menunjukkan kombinasi sudut siku-siku, pukul tiga. Dan seketika ada krentek dalam hatiku untuk melaksanakan sholat malam. Oke, setelah beberapa saat terjadi cek-cok antara hati kecilku dan nafsu, aku lantas mengambil air wudhu. Di sini hati kecilku menang. Lalu aku sholat malam. Setelah beberapa saat, seusainya, aku terus terduduk iftirasyi . Aku bersyukur masih bisa sholat malam ini, walaupun dengan rakaat yang (masih) sedikit. Sedikit sekali. Belum bisa seperti orang-orang hebat yang katanya sampai bengkak-be
PRACTICE MAKES PERFECT atau LANCAR KAJI KARENA DIULANG. * Catatannya adalah, karena istiqomah itu membisakan kita melakukan sesuatu, yang--kebanyakan kita--sebelumnya anggap ragu dan nggak mampu melakukannya. Tuhan toh lebih "suka" hamba-Nya beramal sedikit tapi istiqomah dari pada banyak tapi bolong-bolong . ** Eh , iya, aku juga suka dicecar oleh hatiku; katanya, " Witing tresno jalaran soko kulino ." atau " Bisa cinta karena terbiasa". Well , selama cinta ndak butuh formalin buat ngawetinnya, percayalah bahwa hati kita cuma butuh sebuah komitmen. Iya, kan ? *** Tulisannya nggak nyambung, ya ? He.. he.. he...